Pedoman Umum Farmasi l

Kepentingan Informatorium Nasional

Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam memilih obat untuk suatu penyakit. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara benar agar memberikan manfaat klinik yang optimal. Terlalu banyaknya jenis obat yang tersedia ternyata juga dapat memberikan masalah tersendiri dalam praktek, terutama menyangkut bagaimana memilih dan menggunakan obat secara benar dan aman. Para pemberi pelayanan (provider) atau khususnya para dokter (prescriber) harus selalu mengetahui secara rinci, obat yang dipakai dalam pelayanan. Di banyak sistem pelayanan kesehatan, terutama di negara-negara berkembang, informasi mengenai obat maupun pengobatan yang sampai ke para dokter seringkali lebih banyak berasal dari produsen obat. Informasi ini seringkali cenderung mendorong penggunaan obat yang diproduksi oleh masing-masing produsennya dan kurang obyektif.
pharmacy

Dalam sistem pelayanan kesehatan nasional, mutlak diperlukan sumber informasi obat yang netral, agar para dokter dapat memperoleh informasi yang obyektif setiap saat memerlukannya. Salah satu bentuk informasi obat yang komprehensif adalah buku informatorium nasional. Pada dasarnya, pengertian formatorium obat adalah kumpulan informasi dari produk-produk obat yang telah diijinkan untuk digunakan dalam suatu sistem pelayanan kesehatan.
Informatorium Obat Nasional Indonesia atau disingkat IONI, memuat informasi mengenai produk-produk obat yang disetujui beredar di Indonesia. Sesuai ketentuan yang berlaku, sebelum disetujui beredar di Indonesia, obat harus melalui penilaian khasiat, keamanan dan mutu, sehingga obat yang beredar telah memenuhi 3 kriteria tersebut. Informasi tersebut mencakup informasi mengenai farmakodinamik dan farmakokinetik obat, indikasi dan cara penggunaannya, keamanannya dan informasi lainnya. Pengembangan IONI tidak terlepas dari prinsip kedokteran berdasarkan bukti (evidence-based medicine), dengan informasi yang dicantumkan adalah yang paling banyak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang berkaitan dengan kemanfaatan dan keamanan penggunaan obat. Informasi yang dimuat dalam suatu informatorium merupakan informasi yang telah ditelaah secara cermat berdasarkan data penelitian.
Kepentingan dan manfaat informatorium dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut:
  • Mencakup produk-produk obat yang telah mendapat izin edar (legal)
  • Memuat informasi obat, terutama mengenai indikasi, penggunaan dan cara penggunaan, serta informasi keamanan obat yang resmi disetujui (approved).
  • Menghindari pemberian infomasi obat yang salah (tidak berimbang, bias, tidak lengkap).
  • Mendorong penggunaan obat yang efektif, aman dan rasional.
Penggolongan Obat Terdapat tiga jenis golongan obat yaitu obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras.
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

obat bebas
Lingkaran Hijau → tanda khusus obat bebas
Obat bebas terbatas adalah obat yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa dengan resep dokter, tapi disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus untuk obat ini adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam.
obat bebas terbatas
Lingkaran Biru → obat bebas terbatas
Khusus untuk obat bebas terbatas, selain terdapat tanda khusus lingkaran biru, diberi pula tanda peringatan untuk aturan pakai obat, karena hanya dengan takaran dan kemasan tertentu, obat ini aman dipergunakan untuk pengobatan sendiri. Tanda peringatan berupa empat persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam yang terdiri dari 6 macam, yaitu:

Awas obat keras 1Awas obat keras 2

Awas obat keras 3Awas obat keras 4

Awas obat keras 5Awas obat keras 6


Obat Keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Ciri-cirinya adalah bertanda lingkaran bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam, dengan huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi. Obat ini hanya boleh dijual di apotik dan harus dengan resep dokter pada saat membelinya.
obat keras
Lingkaran merah,dengan huruf K di tengah → obat keras
Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA)Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan yang ringan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendirisecara tepat, aman dan rasional. Melakukan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui bimbingan apoteker yang disertai dengan informasi yang tepat sehingga menjamin penggunaan yang tepat dari obat tersebut.
Peran apoteker di apotik dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri.
Obat Wajib Apotek adalah beberapa obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter, namun harus diserahkan oleh apoteker di apotek. Pemilihan dan penggunaan obat DOWA harus dengan bimbingan apoteker. Daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter.
Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam:
  1. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/ MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
  2. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/ Menkes / Per / X / 1993 tentang DaftarObat Wajib Apotek No.2
  3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3
Obat EsensialObat esensial adalah obat terpilih yang paling diperlukan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui Daftar Obat Esensial Nasional, Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah Sakit dan Informatorium Obat Nasional Indonesia. Keempat komponen ini merupakan komponen yang saling terkait untuk mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan penggunaan obat.
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar obat terpilih yang paling dibutuhkan dan yang diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Dari sisi medis, obat esensial sedikit banyak dapat dikaitkan dengan obat pilihan (drug of choice). Dalam hal ini hanya obat yang terbukti memberikan manfaat klinik paling besar, paling aman, paling ekonomis, dan paling sesuai dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada yang dimasukkan sebagai obat esensial.
Tujuan kebijakan obat esensial adalah untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kriteria obat esensial yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan juga telah diadopsi di Indonesia adalah sebagai berikut:
  • Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit risk ratio) yang paling menguntungkan pasien
  • Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan ketersediaan hayati (bioavailability)
  • Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
  • Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga, sarana dan fasilitas kesehatan
  • Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
  • Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung
  • Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa,maka pilihan diberikan kepada obat yang:
    • Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
    • Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan
    • Stabilitas yang paling baik
    • Paling mudah diperoleh
    • Obat yang telah dikenal
  • Obat jadi kombinasi tetap, dengan kriteria sebagai berikut:
    • Obat bermanfaat bagi pasien hanya bila dalam bentuk kombinasi tetap
    • Kombinasi tetap terbukti memberikan khasiat dan keamanan lebih baik dibanding masing-masing komponennya
    • Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang tepat untuk sebagian besar pasien yang memerlukan kombinasi tersebut.
    • Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat dan keamanan
    • Kombinasi antibakteri harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya resistensi atau efek merugikan lain.
Di Indonesia, penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus di semua unit pelayanan kesehatan.
Obat GenerikObat yang beredar di pasaran umumnya berdasarkan atas nama dagang yang dipakai oleh masing-masing produsennya. Karena tiap produsen jelas akan melakukan promosi untuk masing-masing produknya, maka harga obat dengan nama dagang umumnya lebih mahal. Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk mengendalikan harga obat, di mana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya.
Agar para dokter dan masyarakat dapat menerima dan menggunakan obat generik, diperlukan langkah-langkah pengendalian mutu secara ketat. Di Indonesia, kewajiban menggunakan obat generik berlaku di unit-unit pelayanan kesehatan pemerintah.
Agar upaya pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka kebijakan tersebut mencakup komponen-komponen berikut:
  • Produksi obat generik dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Produksi dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.
  • Pengendalian mutu obat generik secara ketat.
  • Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan sesuai dengan Cara Distribusi Obat yang Baik
  • Peresepan berdasarkan nama generik, bukan nama dagang.
  • Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit-unit pelayanan kesehatan.
  • Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas secara berkesinambungan.
  • Pemantauan dan evaluasi berkala terhadap penggunaan obat generik.
Mutu obat generik tidak perlu diragukan mengingat setiap obat generik juga mendapat perlakuan yang sama dalam hal evaluasi terhadap pemenuhan kriteria khasiat, keamanan dan mutu obat. Namun, sekarang ini terdapat kecenderungan bahwa penggunaan obat generik mulai menurun. Untuk itu hasil dari pemeriksaan mutu dan informasi mengenai obat generik harus selalu dikomunikasikan kepada pemberi pelayanan maupun ke masyarakat luas.
Formularium Rumah SakitBagi suatu rumah sakit, tidak mungkin untuk menyediakan semua jenis obat yang ada di pasaran untuk pelayanan rumah sakit. Untuk itu dikembangkan kebijakan formularium rumah sakit, yang pada dasarnya adalah merupakan upaya pemilihan obat di rumah sakit. Setiap rumah sakit di negara maju dan juga dibanyak negara berkembang umumnya telah menerapkan formularium rumah sakit. Formularium rumah sakit (FRS) pada hakekatnya merupakan daftar produk obat yang telah disepakati untuk dipakai di rumah sakit yang bersangkutan, beserta informasi yang relevan mengenai indikasi, cara penggunaan dan informasi lain mengenai tiap produk. FRS yang telah disepakati di satu rumah sakit perlu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (commitment) dari pihak-pihak yang terkait, meliputi:
  • Pengelola obat menyediakan obat-obat di rumah sakit sesuai dengan FRS
  • Dokter menggunakan obat-obat yang ada di FRS.
Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)/Komite Farmasi dan Terapi (KFT) Rumah Sakit berdasarkan DOEN dan disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara ilmiah dibutuhkan untuk pelayanan di Rumah Sakit tersebut. Penyusunan Formularium Rumah Sakit juga mengacu pada pedoman pengobatan yang berlaku.
Mengingat pengembangan dan penerapan FRS adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan melalui penggunaan obat yang aman, efektif, rasional dan juga dalam rangka efisiensi biaya pengobatan, maka pengembangan FRS perlu melibatkan berbagai pihak yang terkait di rumah sakit, yakni pihak pengelola obat, manajemen rumah sakit, dan keahlian- keahlian klinik yang ada. Keputusan untuk memasukkan suatu obat dalam FRS harus didasarkan atas kesepakatan akan kriteria tertentu yang mencakup bukti, manfaat klinis obat, keamanan obat, kesesuaian obat dengan pelayanan yang ada di rumah sakit dan biaya. Faktor-faktor ini harus dikaji secara ilmiah dari sumber-sumber informasi ilmiah yang layak dipercaya. Kajian tidak cukup hanya berdasarkan informasi yang diberikan oleh produsen obat.
FRS yang telah dikembangkan harus disosialisasikan di kalangan dokter, dan dalam penerapannya harus dilakukan pemantauan secara berkesinambungan. Hasil pemantauan dipakai untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
Pedoman PengobatanDi banyak sistem pelayanan kesehatan, baik di negara maju maupun negara berkembang, saat ini banyak dikembangkan dan dilaksanakan pedoman pelayanan termasuk pedoman pengobatan dalam berbagai tingkat pelayanan. Unit-unit pelayanan kesehatan, baik di tingkat primer, sekunder maupun tersier, membutuhkan suatu pedoman pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, keamanan maupun cost-effectiveness tindakan farmakoterapi yang diberikan.
Kebutuhan pedoman pengobatan dilator-belakangi oleh banyaknya alternatif pengobatan yang ada untuk setiap jenis penyakit dan juga adanya kebiasaan pengobatan yang sangat beragam di antara para dokter berdasarkan pengalamannya masing-masing. Prinsip kedokteran berdasarkan bukti (evidence based medicine) menuntut bahwa alternatif terapi yang terbukti secara ilmiah paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai dan paling ekonomis untuk pasien yang harus dipilih dan diberikan kepada pasien.
Agar pedoman pengobatan dapat memberikan manfaat sesuai dengan tujuannya, maka beberapa hal berikut perlu mendapatkan perhatian:
  • Pedoman pengobatan dikembangkan berdasarkan informasi ilmiah yang layak dan handal.
  • Pedoman pengobatan dikembangkan dengan melibatkan berbagai faktor dalam sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan.
  • Pedoman pengobatan perlu disosialisasikan kepada para dokter.
  • Perlu pemantauan ketaatan terhadap pedoman pengobatan melalui audit atau studi penggunaan obat di unit-unit pelayanan kesehatan.
  • Pedoman pengobatan memuat penyakit yang umum dijumpai di unit pelayanan kesehatan.
  • Pedoman pengobatan harus disesuaikan dengan sarana pelayanan dan pelaku pelayanan yang ada.
Mengembangkan pedoman pengobatan dan menyebarluaskannya ke unit-unit pelayanan kesehatan saja tidak akan memberikan banyak dampak perubahan terhadap kebiasaan penggunaan obat. Pedoman pengobatan perlu dipakai dan ditaati oleh para dokter dalam pelaksanaan pelayanan dan secara berkala dilakukan pemeriksaan (audit) dan pemantauan (monitoring) kebiasaan penggunaan obat. Hasil pemeriksaan dan pemantauan ini perlu diumpanbalikkan kepada para dokter sebagai masukan yang diharapkan akan meningkatkan mutu penggunaan obatnya.

Masalah Dalam Penggunaan ObatPenggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak ekonomis atau yang lebih populer, dengan istilah tidak rasional, saat ini telah menjadi masalah tersendiri dalam pelayanan kesehatan, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masalah ini dijumpai di unit-unit pelayanan kesehatan, misalnya di rumah sakit, puskesmas, praktek pribadi, maupun di masyarakat luas.
Penggunaan obat yang tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak imbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu obat. Dengan kata lain, penggunaan obat dapat dinilai tidak rasional jika:
  • Indikasi penggunaan tidak jelas atau keliru
  • Pemilihan obat tidak tepat, artinya obat yang dipilih bukan obat yang terbukti paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis
  • Cara penggunaan obat tidak tepat, mencakup besarnya dosis, cara pemberian, frekuensi pemberian dan lama pemberian
  • Kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat, apakah ada keadaan-keadaan yang tidak memungkinkan penggunaan suatu obat, atau mengharuskan penyesuaian dosis (misalnya penggunaan aminoglikosida pada gangguan ginjal) atau keadaan yang akan meningkatkan risiko efek samping obat
  • Pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai kepada pasien atau keluarganya
  • Pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara langsung atau tidak langsung.
Latar belakang penyebab terjadinya masalah penggunaan obat bersifat kompleks karena berbagai faktor ikut berperan. Ini mencakup faktor yang berasal dari dokter, pasien, sistem dan sarana pelayanan yang tidak memadai, dan dari kelemahan-kelemahan regulasi yang ada. Tidak kalah pentingnya adalah faktor yang berasal dari promosi obat yang berlebihan dan adanya informasi yang tidak benar mengenai manfaat dan keamanan suatu obat. Masalah penggunaan obat tidak semata- mata berkaitan dengan kekurangan informasi dan pengetahuan dari profesional kesehatan (dokter, apoteker atau tenaga kesehatan lainnya) maupun pasien atau masyarakat, tetapi juga berkaitan dengan kebiasaan yang sudah mendalam, dan perilaku pihak-pihak yang terlibat didalamnya.
Untuk menjamin penggunaan obat yang tepat, semua profesional kesehatan harus mewaspadai lima hal yang harus tepat dalam pemberian obat yaitu: “Tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat rute pemberian dan tepat waktu pemberian”. Dalam manajemen risiko, semua hal yang harus tepat ini diubah/ dibalik menjadi kategori medication error. Beberapa masalah dalam pemberian obat yang dikategorikan sebagai medication error, adalah sebagai berikut:
  1. Memberikan obat yang salah yaitu memberikan obat yang sebenarnya tidak diresepkan untuk pasien tersebut.
  2. Kelebihan jumlah sediaan yang diberikan, yaitu apabila sediaan yang diberikan lebih besar dari total jumlah sediaan pada saat diminta oleh dokter. Contoh: apabila dokter meminta obat untuk diberikan hanya pada pagi hari namun pasien juga menerima obat untuk digunakan pada sore hari.
  3. Kesalahan dosis atau kesalahan kekuatan obat yaitu apabila pada sediaan yang diberikan terdapat kesalahan jumlah dosis
  4. Kesalahan rute pemberian yaitu apabila obat diberikan melalui rute yang berbeda dengan yang seharusnya, termasuk juga sediaan yang diberikan pada tempat yang salah. Contoh: obat seharusnya diteteskan pada telinga sebelah kanan tetapi diteteskan pada telinga sebelah kiri.
  5. Kesalahan waktu pemberian yaitu apabila waktu pemberian obat berbeda dari seharusnya tanpa ada alasan yang kuat dan memberikan perbedaan efek yang cukup signifikan.
  6. Kesalahan bentuk sediaan yaitu apabila bentuk sediaan yang diberikan berbeda dengan yang diminta oleh dokter Contoh: memberikan tablet padahal yang diminta adalah suspensi
Contoh medication error yang berhubungan dengan singkatan dan simbol
Singkatan
Maksud sebenarnya
Error
Rekomendasi
Nama ObatSingkatan:


 Jangan menyingkat nama obat
MTX
Metotreksat
Mitosantron
MS
Morfin Sulfat
Magnesium Sulfat (MgSO4)
Stemmed names:


Nitro drip

 Nitroprusid Nitrogliserin
Simbol


/
Memisahkan dua dosis atau untuk mengindikasikan per
1 (angka 1); contoh lain misalnya 25unit/10 unit dibaca sebagai 110 unit
Tuliskan ‘per’ jangan menuliskan simbolnya
+

Tanda tambah
Salah dibaca sebagai angka 4
Tuliskan ‘dan’
Nilai desimal



Nol setelah nilai desimal (contoh 1.0 mg)
1 mg
Salah dibaca sebagai 10 mg
Pencantuman angka “Nol” setelah koma berbahaya karena dapat disalah artikan, karena itu jangan digunakan
Singkatan istilah. Pada umumnya, istilah-istilah dari obat dan sediaan sebaiknya ditulis secara lengkap. Misalnya penulisan sediaan injeksi antibiotik dengan kekuatan 1 gram seringkali ditulis “1 g”. Hal ini sebaiknya ditulis secara lengkap yaitu “1 gram”.
Kekuatan dan kuantitas. Kekuatan atau kuantitas dari sediaan kapsul, tablet hisap, tablet, dan lain-lain harus ditetapkan oleh dokter penulis resep.
Jika apoteker menerima resep yang tidak lengkap untuk suatu sediaan yang digunakan secara sistemik dan berpendapat bahwa pasien tidak perlu kembali ke dokter, prosedur seperti berikut ini dapat diterapkan:
  1. Harus dilakukan usaha untuk menghubungi dokter penulis resep untuk memastikan maksudnya.
  2. Jika usaha yang dilakukan untuk menghubungi dokter penulis resep berhasil, sesudah itu jika memungkinkan apoteker harus mengusahakan supaya kuantitas, kekuatan yang dapat digunakan, dan dosis dapat disisipkan/disusulkan oleh penulis resep pada resep yang tidak lengkap tersebut.
  3. Selanjutnya, meskipun dokter penulis resep telah berhasil dihubungi, perlu didokumentasikan secara tertulis pada resep bahwa dokter sudah dihubungi dan tambahkan informasi mengenai kuantitas dan kekuatan yang dapat digunakan dari sediaan yang tersedia, dan dosis sesuai indikasi. Catatan tersebut sebaiknya diberi nama dan tanggal oleh apoteker.
  4. Apabila dokter penulis resep tidak dapat dihubungi dan atau apoteker ragu-ragu dalam mengambil keputusan, resep yang tidak lengkap tersebut sebaiknya dikirimkan kembali kepada dokter penulis resep. 


Lanjutan Lewat :

0 Response to "Pedoman Umum Farmasi l"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2