Pedoman Umum Farmasi IV

Efek Samping Obat Pada MulutKelainan pada mulut yang diinduksi obat mungkin disebabkan oleh tindakan lokal pada mulut atau efek sistemik yang dapat menyebabkan perubahan pada mulut. Untuk efek sistemik tersebut, rujukan segera ke dokter mungkin diperlukan.

about pharmacy2

Mukosa mulutSisa obat yang tertinggal dengan atau diaplikasikan langsung pada mukosa mulut terutama dapat menyebabkan inflamasi atau ulserasi; perlu juga diingat kemungkinan terjadi alergi.
Tablet asetosal diijinkan untuk dilarutkan dalam sulkus untuk mengatasi sakit gigi dapat membuat titik putih yang kemudian menjadi ulkus.
Zat tambahan, terutama minyak-minyak esensial, dapat menyebabkan kulit sensitif, tetapi pembengkakan mukosa yang terjadi biasanya tidak terlalu nyata.
Pasien yang diberi obat sitotoksik mudah sekali terserang ulkus terutama pada mukosa oral, misalnya metotreksat. Obat-obat lain yang menyebabkan ulkus meliputi emas, nikorandil, AINS, pankreatin, penisilamin, dan proguanil. Kaptopril (dan penghambat ACE lainnya) dapat menyebabkan stomatitis.
Berbagai bentuk eritema (termasuk sindrom Steven-Johnson) dapat terjadi setelah penggunaan bermacam-macam obat, seperti
antibakteri, golongan sulfonamid, dan antikonvulsan; mukosa mulut dapat terjadi ulserasi yang meluas, dengan lesi pada kulit dengan karakter khusus. Lesi mulut pada toxic epidermal necrolysis (Lyell’s sindrom) telah dilaporkan terjadi pada obat-obat. Erupsi lisenoid dikaitkan dengan penggunaan AINS, metildopa, klorokuin, antidiabetik oral, diuretik tiazid, dan emas.
Kandidiasis dapat memperburuk pengobatan dengan antibakteri dan immunosuppresan dan merupakan efek samping kadang terjadi pada pemberian kortikosteroid inhaler.
Gigi dan RahangNoda coklat pada gigi sering terjadi setelah penggunaan obat cuci mulut klorheksidin, semprot atau gel, tetapi dengan mudah dihilangkan dengan polishing. Larutan garam besi dapat menyebabkan pewarnaan hitam pada email gigi. Pewarnaan permukaan gigi dilaporkan jarang pada penggunaan suspensi co-amoksiklav.
Pewarnaan yang menetap pada gigi umumnya disebabkan oleh tetrasiklin. Tetrasiklin mempengaruhi gigi jika diberikan pada saat sekitar 4 bulan dalam kandungan sampai usia 12 tahun. Semua tetrasiklin dapat menyebabkan noda yang menetap, pewarnaan yang mengganggu penampilan, warna berkisar dari kuning hingga abu-abu. Fluor yang tertelan dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan florosis dental yang disertai bintik putih pada enamel dan hipoplasia atau lubang. Suplementasi fluor kadang dapat menyebabkan bintik putih ringan jika diberikan dosis yang terlalu besar pada usia anak. Perhitungkan juga jumlah fluor yang terkandung dalam air minum. Ostenonekrosis pada rahang telah dilaporkan pada pasien yang mendapat bisfosfonat secara intravena, tetapi jarang bila digunakan dengan cara oral. Pada pembedahan gigi selama dan sesudah pengobatan, jika mungkin bifosfonat harus dihindari. Lihat juga bab tentang bifosfonat.
PeriodontiumPertumbuhan gingival yang terlalu cepat (gingival hyperplasia) merupakan efek samping dari fenitoin dan kadang-kadang akibat siklosporin atau nifedipin (dan beberapa antagonis kalsium lain). Trombositopenia mungkin berkaitan dengan obat dan dapat menyebabkan perdarahan pada daerah gusi, yang mungkin secara spontan atau akibat dari trauma ringan (seperti sikat gigi).
Kelenjar LudahUmumnya efek obat berakibat pada kelenjar ludah yaitu mengurangi aliran (xerostomia). Pasien dengan mulut kering yang menetap mungkin higienitas mulutnya kurang; hal ini dapat berkembang menjadi karies gigi, dan infeksi pada mulut. (terutama kandidiasis). Penggunaan yang berlebihan dari diuretik dapat juga mengakibatkan xerostomia. Banyak obat yang mengakibatkan xerostomia, terutama antimuskarinik (antikolinergik), antidepresan (termasuk antidepresan trisiklik, dan selective serotonin re-uptake inhibitors), baklofen, bupropion, klonidin, opioid, dan tizanidin. Beberapa obat (seperti klozapin, neostigmin) dapat meningkatkan produksi ludah tetapi hal ini jarang terjadi, kecuali jika pasien mengalami kesulitan menelan,
Rasa sakit pada kelenjar ludah telah dilaporkan pada pemberian beberapa antihipertensi (seperti: klonidin, metildopa) dan alkaloid vinka. Bengkak pada kelenjar ludah dapat diakibatkan oleh Iodida, obat antitiroid, fenotiazin, ritodrin dan sulfonamid.
PengecapSensasi rasa dapat berkurang ketajamannya atau berubah. Obat yang mengakibatkan sensasi rasa meliputi amiodaron, kaptopril (dan penghambat ACE lain), karbimazol, emas, griseofulvin, garam litium, metronidazol, penisilamin, penindion, propafenon, terbinafin, dan zopiklon.
Peresepan Pada AnakAnak terutama neonatus mempunyai respons yang berbeda terhadap pemberian obat dibandingkan dengan orang dewasa. Perhatian khusus perlu diberikan pada masa neonatus (umur 0-30 hari) karena dosis harus selalu dihitung dengan cermat. Pada umur ini, risiko efek toksik bertambah karena filtrasi ginjal yang belum efisien, defisiensi relatif enzim, sensitivitas organ target yang berbeda, dan belum memadainya sistim detoksifikasi yang menyebabkan lambatnya eksresi obat.
Jika memungkinkan, injeksi intramuskular harus dihindarkan karena menyebabkan rasa sakit pada anak.
Seyogyanya obat yang diresepkan untuk anak memang obat yang mempunyai lisensi khusus untuk anak, namun demikian anak sering membutuhkan obat yang tidak mempunyai lisensi khusus.
Reaksi Obat yang Merugikan Pada AnakIdentifikasi dan pelaporan dari reaksi obat yang tidak diinginkan sangat penting mengingat:
  • Kerja obat dan profil farmakokinetika obat pada anak (terutama yang masih sangat muda) mungkin berbeda dengan orang dewasa.
  • Obat tidak secara ekstensif diujikan pada anak sebelum diijinkan untuk beredar
  • Banyak obat yang tidak secara khusus diindikasikan untuk anak.
  • Formula yang sesuai mungkin tidak tersedia untuk dosis yang tepat yang diperbolehkan bagi anak
  • Sifat dan jenis penyakit dan efek samping yang tidak diinginkan mungkin berbeda antara anak dan orang dewasa.
Meskipun sediaan bentuk cair terutama disediakan untuk anak, namun sediaan ini mengandung gula yang mempercepat kerusakan gigi. Untuk terapi jangka panjang, dianjurkan menggunakan sediaan obat yang tidak mengandung gula.
Menetapkan kekuatan sediaan obat dalam bentuk kapsul atau tablet penting dilakukan karena sebetulnya banyak anak yang bisa menelan kapsul atau tablet dan menyukai obat dalam bentuk padat. Orang tua mempunyai peranan yang penting dalam membantu menentukan sediaan yang tepat untuk anak. Apabila dibutuhkan resep obat berbentuk sediaan cair yang diberikan secara oral kurang dari 5 ml, maka bisa diberikan bentuk sediaan tetes yang diberikan secara oral. Pada pemberian sediaan tetes secara oral, hendaknya orang tua anak diberi tambahan informasi untuk jangan menambahkan sediaan tersebut pada susu atau makanan bayi/anak.
Apabila diberikan bersama dengan susu atau makanan bayi/anak, kemungkinan bisa terjadi interaksi atau dosis yang diberikan berkurang karena anak tidak menghabiskan susu atau makanan tersebut.
Orang tua harus diperingatkan agar menjauhkan semua obat dari jangkauan anak.
Dosis untuk AnakPerhitungan DosisUmumnya dosis untuk anak-anak diukur berdasarkan berat badan (karena itu dibutuhkan perkalian dengan berat badan dalam kilogram untuk menentukan dosis anak); kadang dosis ditentukan berdasarkan luas permukaan tubuh (dalam m2). Metoda di atas lebih baik digunakan dibandingkan dengan menghitung dosis untuk anak berdasarkan dosis yang digunakan untuk orang dewasa.
Pada umumnya dosis tersebut tidak boleh melebihi dosis maksimum orang dewasa. Misalnya: jika dosis ditentukan 8 mg/kg (maksimum 300 mg), seorang anak dengan berat 10 kg, dosis yang diberikan 80 mg, tetapi jika berat anak 40 kg dosis yang diberikan 300 mg (bukan 320 mg).
Anak mungkin memerlukan dosis per kilogram yang lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa karena kecepatan metabolismenya lebih tinggi. Beberapa masalah yang perlu dipertimbangkan antara lain, anak yang gemuk akan mendapat dosis yang terlalu besar, untuk itu dosis harus diperhitungkan berdasarkan berat ideal dan dikaitkan dengan tinggi badan dan umur. Penghitungan berdasarkan luas permukaan tubuh lebih akurat dibandingkan dengan berat badan karena fenomena fisiologis tubuh lebih dekat berhubungan dengan luas permukaan tubuh. Rata-rata luas permukaan tubuh pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg adalah 1,8 m2. Untuk anak-anak rumus yang bisa digunakan adalah: 
Luas permukaan tubuh pasien (m2) x dosis dewasa
                      1,8
Metode persentase dari dosis dewasa digunakan untuk menghitung dosis obat yang memiliki cakupan terapi yang lebar antara dosis terapetik dan dosis toksik. Hati-hati dengan penggunaan obat baru yang mempunyai potensi toksik.
Frekuensi DosisUmumnya antibakteri diberikan dalam waktu tertentu dalam beberapa hari. Untuk menghindari anak bangun pada malam hari diberikan beberapa fleksibilitas. Misalnya dosis malam hari diberikan pada saat mau tidur.
Peresepan Pada KehamilanPenggunaan obat selama masa kehamilan dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi janin. Hal ini penting untuk diingat ketika meresepkan obat untuk wanita dan laki-laki usia subur. Selama masa trimester pertama kehamilan, obat dapat menyebabkan malformasi kongenital (teratogenesis), dan risiko terbesar berada pada minggu ketiga sampai dengan minggu ke sebelas kehamilan. Selama trimester ke dua dan ke tiga kehamilan, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fungsional janin atau dapat berefek toksik pada organ janin. Obat yang diberikan sesaat sebelum atau selama persalinan dapat menyebabkan efek samping yang merugikan terhadap proses persalinan atau pada bayi yang baru dilahirkan.
Pada Lampiran 4: Kehamilan dicantumkan daftar obat yang:
  • Mungkin memiliki efek yang membahayakan terhadap kehamilan dan angka dalam kurung menunjukkan trimester yang berisiko.
  • Belum diketahui bahayanya terhadap kehamilan.
Daftar ini disusun berdasarkan data penggunaan obat pada manusia, tetapi juga mencakup data uji pada hewan untuk beberapa obat yang jika tidak dicantumkan bisa menyesatkan.
Obat hanya boleh diresepkan pada masa kehamilan jika manfaat bagi ibu lebih besar daripada risiko pada janin dan jika mungkin semua obat harus dihindari selama trimester pertama. Obat yang sudah secara luas digunakan pada kehamilan dan biasanya aman harus lebih dipilih dibandingkan obat baru atau obat yang belum diuji coba, tetapi dengan menggunakan dosis efektif terendah. Beberapa obat telah diketahui bersifat teratogenik pada manusia.
Namun tidak diragukan lagi bahwa tidak ada obat yang aman jika diberikan pada awal kehamilan. Prosedur screening (USG) merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui risiko cacat yang mungkin terjadi.
Bila obat tidak ada dalam daftar tidak berarti obat tersebut aman digunakan pada kehamilan.
Peresepan Pada LaktasiPemberian beberapa obat (seperti ergotamin) kepada ibu menyusui dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi bayi, sedangkan pemberian obat lain (seperti digoksin) hanya memberikan efek yang ringan. Beberapa obat menghambat laktasi (seperti bromokriptin, kontrasepsi oral mengandung estrogen).
Toksisitas pada bayi dapat terjadi jika obat masuk ke dalam ASI dengan jumlah yang bermakna secara farmakologis. Pada beberapa obat, kadar dalam ASI dapat melebihi kadar di dalam plasma ibu sehingga dosis terapetik pada ibu dapat menyebabkan toksik pada bayi. Beberapa obat dapat menghambat refleks mengisap pada bayi (seperti fenobarbital). Secara teoritis, obat di dalam ASI dapat menyebabkan hipersensivitas pada bayi, meskipun dalam kadar sangat rendah untuk menghasilkan efek farmakologis. Pada Lampiran 5: Menyusui, dicantumkan daftar obat yang:
  • harus digunakan dengan perhatian atau yang dikontraindikasikan pada wanita menyusui dengan pertimbangan di atas
  • berdasarkan bukti terkini dapat diberikan selama menyusui karena terdistribusi dalam ASI dalam jumlah yang sangat kecil untuk dapat menimbulkan efek yang membahayakan bayi
  • belum diketahui menimbulkan efek yang membahayakan bayi, meskipun terdistribusi dalam ASI dalam jumlah yang bermakna.
Banyak obat yang belum memiliki cukup bukti yang dapat dijadikan acuan, karena itu disarankan hanya obat-obat essensial saja yang diberikan pada wanita menyusui. Dikarenakan kurangnya informasi tersebut, daftar pada lampiran tersebut hanya sebagai panduan; apabila obat tidak terdapat dalam daftar bukan berarti obat tersebut aman untuk digunakan pada wanita menyusui.
Peresepan Pada LansiaSejumlah perubahan akan terjadi dengan bertambahnya usia, termasuk anatomi, fisiologi, psikologi dan sosiologi. Karena itu terapi pengobatan pada pasien lansia secara signifikan berbeda dari pasien pada usia muda. Dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan sebelumnya juga mempengaruhi terapi pengobatan. Keputusan terapi untuk pasien lansia sedapat mungkin didasarkan pada hasil uji klinik yang secara khusus didesain untuk pasien lansia.
Peresepan yang TepatPasien lansia memerlukan pelayanan farmasi yang berbeda dari pasien usia muda. Penyakit yang beragam dan kerumitan regimen pengobatan adalah hal yang sering terjadi pada pasien lansia. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan pasien mengalami kesulitan dalam mematuhi proses pengobatan mereka sendiri seperti menggunakan obat dengan indikasi yang salah, menggunakan obat dengan dosis yang tidak tepat atau menghentikan penggunaan obat.
Pada pasien lansia keseimbangan antara manfaat pemberian dengan bahaya yang mungkin timbul dari beberapa obat-obatan dapat berubah. Oleh karena itu, obat untuk pasien lansia harus ditinjau secara berkala dan obat-obatan yang tidak bermanfaat harus dihentikan.
Untuk mengatasi gejala seperti sakit kepala, sulit tidur dan pusing lebih tepat menggunakan pendekatan non farmakologikal, bila hal ini berhubungan dengan tekanan sosial seperti menjanda, kesepian dan diusir/dikucilkan keluarga.
Pada beberapa kasus pemberian obat-obat profilaksis mungkin tidak tepat jika obat-obat tersebut dapat menyebabkan komplikasi dengan pengobatan yang sedang dijalani atau menyebabkan efek samping yang sebenarnya bisa dihindari, terutama pada pasien lansia dengan prognosis atau kondisi kesehatan yang buruk. Bagaimanapun, pasien lansia tidak dapat mengesampingkan obat-obatan yang dapat membantu mereka, seperti antikoagulan atau obat anti platelet untuk fibrilasi atrial, antihipertensi, statin, dan obat untuk osteoporosis.
Bentuk SediaanPasien lansia yang lemah sulit untuk menelan tablet; jika tertinggal di mulut, dapat menyebabkan ulserasiKarena itu mereka harus selalu menelan tablet atau kapsul dengan menggunakan banyak cairan sambil berdiri untuk menghindari kemungkinan ulserasi esofageal. Jika memungkinkan akan sangat membantu bila dapat berdiskusi dengan pasien untuk kemungkinan pemberian obat dalam bentuk cairan.
Karakteristik Pasien LansiaPada pasien yang sangat tua, manifestasi dari ketuaan secara normal dapat meyebabkan kesalahan dalam mendefinisikan penyakit dan dapat mengantarkan pada peresepan yang tidak tepat. Biasanya, usia berhubungan dengan melemahnya otot dan kesulitan untuk menjaga keseimbangan tetapi hal ini jangan selalu dikaitkan dengan penyakit saraf. Gangguan seperti pusing tidak ada hubungan dengan hipotensi postural atau postprandial sehingga tidak selalu ditolong dengan menggunakan obat.

Lanjutan Pedoman Umum Farmasi V
Sumber : Pio Nas BPOM

0 Response to "Pedoman Umum Farmasi IV"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2